Minggu, 12 Juni 2016

Rapat Pleno Komite IV membahas Progres Program RUU Tentang SPPN


Drs. HA. Budiono, M.Ed, Wakil Ketua Komite IV (kanan)

Jakarta, dpd.go.id – SPPN yang ada saat ini lebih banyak mengatur hal – hal yang bersifat makro, dalam hasil revisi SPPN, kiranya batasan dan perencanaan dapat diperjelas dan dipertegas, mulai dari skala nasional maupun skala daerah. Dalam realitanya segenap daerah memiliki kapasitas fiskal dan kemampuan sektor swasta yang berbeda – beda. Oleh karena itu, setiap perencanaan bisa ditegaskan pada peran dan kontribusi daerah masing – masing yang berbeda kapasitasnya.

Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD) RI , mengadakan Rapat Pleno membahas Progres Program RUU tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), diselenggarakan di Ruang Rapat Komite IV lantai 2 Gedung B, Senayan Jakarta, Selasa (24/05/2016). Rapat dipimpin oleh Drs. H. Ghazali Abbas Adan selaku Wakil Ketua Komite IV dan Maret Priyanta, S.H, M.H selaku Tim Ahli serta para senator Komite IV .

Sejauh ini perencanaan pembangunan sudah baik tetapi terdapat kelemahan yang terletak pada pelaksanaannya. Oleh karena itu SPPN kiranya dapat memuat pasal – pasal yang bisa mengikat pelaksanaannya. Pada dasarnya tidak ada yang salah dengan Undang – Undang (UU) 25/2004, hanya saja sejalan dengan waktu ada banyak perubahan undang – undang yang pada akhirnya akan berimpilkasi pada UU 25/2004 ini.
Drs. H. Ghazali Abbas mengatakan, “SPPN yang lalu ada baiknya dan jika ada yang tidak baik harus diperbaiki apalagi sudah berlangsung sejak Tahun 2004, makanya perlu adanya pembaharuan utamanya dalam banyaknya kegiatan di daerah dan banyaknya yang mengkritisi subtansi yang lalu ”.

Ketidak jelasan pada UU SPPN menyebabkan daerah disibukkan untuk membuat semua administrasi/dokumen perencanaan yang dibebankan, dan itu membuat high cost.
Ghazali Abbas menambahkan,” Musrenbang selama ini hanya formalitas saja, sekedar ritual tahunan dari pusat . Padahal dalam kenyataannya itu tidak dilaksanakan oleh Bappenas dan sudah menguras anggaran. Jadi jika ada musrenbang kiranya dapat dijadikan salah satu acuan ketika menyusun yang namanya GBHN, RPJM dan RPJPN “.
“Rencana pembangunan jangka panjang dan menengah itu tidak sinkron antara daerah dan pusat karena tidak samanya semua periode sehingga menjadi persoalan selama ini”, ujar Ghazali Abbas.

Menurut Maret Priyanta, “ Banyak sekali permasalahan – permasalahan yang menjadi bahan untuk menyusun langkah akademik yang nantinya akan menjadi landasan untuk memutuskan , apakah UU 25/2004 itu akan diubah atau dicabut.

Ada beberapa pertimbangan – pertimbangan dan rekomendasi hal yang menjadi kajian baik secara akademik maupun empirik “. UU 25/2004 tidak dapat kita nyatakan itu tidak baik tapi mungkin ada hal – hal yang mungkin baik masih dapat dipertahankan dan juga beberapa hal dengan menyesuaikan perkembangan kondisi saat ini disesuaikan dan diperbaharui dengan berbagai macam perkembangan peraturan perundang – undangan lain yang secara tidak langsung berdampak pada sistem perundang – undangan ini.
Maret priyanta menegaskan,“ Yang utama harus diantisipasi adalah dampaknya, terutama pada dampak hukum . Apabila undang – undang nanti diubah atau dicabut, dalam pelaksanaannya tentunya akan ada berbagai macam dokumen yang saat ini sedang berjalan dan diimplementasikan’. #irn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar