Minggu, 12 Juni 2016

Indikator Makro Pembangunan Dan Evaluasi Sensus Ekonomi Tahun 2016


Drs. HA Budiono, M.Ed - Wakil Ketua Komite IV (kanan)

Jakarta, dpd.go.id – Setiap 10 tahun Indonesia mengadakan sensus dan sensus ekonomi 2016 merupakan sensus yang keempat yang sebelumnya sudah dilaksanakan pada tahun 1986,1996 dan 2006. Tujuan dari sensus ekonomi adalah mengumpulkan dan menyajikan data dasar seluruh kegiatan ekonomi (kecuali sektor pertanian) sebagai landasan bagi penyusunan kebijakan, perencanaan dan evaluasi pembangunan.

Komite IV DPD RI bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Rapat Komite IV Gedung B lantai 2, Senayan Jakarta, Selasa (07/06/2016). RDP Komite IV dipimpin oleh Dr. H. Ajiep Padindang, S.E, M.M, Ketua Komite IV dan hadir pula Dr. Ir. Sasmito Hadi Wibowo, M.Sc, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa dan para Senator Komite IV.

Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, “perkembangan indikator strategis kondisi terkini pada saat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 tumbuh 4,29% ini yang diasumsikan oleh pemerintah. Masih beda jauh dan belum cukup memuaskan karena semuanya mau dikondisikan di atas 5%”.

“Untuk inflasi 2 tahun terakhir ini sangat kecil dan terkendali di level 3% lebih sedikit tahun 2016 sampai bulan Mei 2016 3,3% bila tidak ada sesuatu hal sepanjang beberapa bulan ke depan sampai bulan Desember. kemungkinan jika diatas 4% atau kurang. Sehingga asumsi untuk 4,7% itu kemungkinan besar masih ketinggian dan asumsi APBN yang masih diperbaiki untuk ke depannya”, ujar sasmito.

“Tingkat kemiskinan 2016 sudah diukur pada bulan Maret dan bulan September 2015 ada 28,51 juta atau 11,13% penduduk Indonesia masih belum mencapai target pembangunan yang dirundingkan pemerintah bersama DPR itu antara 9 s/d 10% dari total penduduk Indonesia dan masih butuh upaya besar untuk menurunkan kemiskinan di Indonesia. Pengangguran diukur dari bulan Februari 2016 khusunya pengangguran terbuka ada 5 ½ % dari jumlah pekerja atau ada 7,02 juta orang“, Sasmito menambahkan.

Menurut Ajiep Padindang, “Sensus kita ini sensus minus-minus bukan sensus plus-plus karena ada yang dinamakan prioritas daerah. Bicara sensus secara teori ataupun Undang-Undang maka seharusnya tidak ada yang terlewatkan dan tidak ada yang namanya prioritas daerah. Ini disebabkan anggaran yang dialokasikan kepada BPS yang tidak cukup seperti yang diharapkan oleh BPS”.

“Ada persoalan anggaran dari pemerintah dan DPR dan tentunya semuanya dari DPR yang menetapkan. Sehingga sensus ekonomi Tahun 2016 ini bukan sensus ekonomi yang lengkap persis seperti yang diharapkan karena ada istilah prioritas yang beberapa daerah besar untuk mendapatkan gambaran secara terlengkap terhadap kondisi perekonomian kita. Sensus sebagai jalan keluarnya dan bukan dengan survey”, pungkas Ajiep Padindang

Ada 200 ribu lebih tenaga terampil yang telah direkrut dan dilatih oleh BPS untuk sensus 2013 dan sudah selesai juga pada saat berakhir sensus tersebut.

Mengenai tenaga kerja BPS, Ajiep Padindang mengatakan, “sebaiknya BPS mempersiapkan tenaga terampil yang sudah mereka rekrut dan latih pada saat sensus kemarin sebagai pengumpul informasi dan data sebuah informasi yang bagus itu sulit dan mahal. Dan mereka yang sudah direkrut itu suatu waktu bisa menjadi informan tetap pihak BPS”.

Menanggapi pendidikan dan tenaga terampil, abdul jabbar toba mengemukakan bahwa sebaiknya pemerintah menjadikan sekolah kejuruan khususnya SMK menjadikan tenaga terampil ditingkat menengah dan pemerintah menyediakan alat-alat praktek sehingga mereka menjadi terampil. Guru-guru di sekolah kejuruan dilatih setiap 6 bulan sehingga bisa menerapkan ilmunya dan mengajarkan kepada anak didiknya.

Ayi hambali mengatakan, ”hendaknya BPS merekrut pegawai yang memenuhi kriteria agar keakuratan data yang diperoleh benar – benar data yang sesuai ada di BPS dan dilapangan”. #irn

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar