Rabu, 29 Juni 2016

Dialog Publik, Ahmad Nawardi: Madura Harus Jadi Propinsi



Selasa, 28 Juni 2016
Pewarta: Zainul Muttaqin

Ahmad Nawardi (tengah) saat menjadi pembicara dalam Dialog Publik yang digelar
Front Pemuda Madura (FPM) di Sumenep, Jawa Timur pada Senin (27/06/2016)/Konten




Sumenep (Konten Berita) - Gagasan tentang Propinsi Madura diyakini sebagai pintu masuk dalam mewujudkan kualitas pembangunan di Madura. Demikian disampaikan Anggota DPD RI, Ahmad Nawardi dalam dialog publik, ‘Telaah Kritis Terhadap Kompleksitas Masalah Ke-Maduraan Menuju Madura Berkemajuan’ yang diselenggarakan Front Pemuda Madura (FPM) di Desa Bluto, Kecamatan Bluto, Sumenep, Jawa Timur pada Senin (27/06/2016).

Nawardi membeberkan setidaknya ada tiga masalah besar yang menjadi tantangan pembangunan Madura ke depan.

Pertama, menurut Nawardi, masih besarnya alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi belanja birokrasi. Akibatnya, pembiayaan untuk pembangunan insfrastruktur misalnya, menjadi sangat kecil.

Nawardi mencontohkan, anggaran dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikucurkan oleh pemerintah pusat dan propinsi masih belum representatuf dalam mencukupi kebutuhan pembangunan di empat kabupaten di Madura.

“Idealnya pembangunan insfrastruktur jalan untuk setiap 1 kilometer saja menelan anggaran sebesar Rp 30 miliar. Belum termasuk kebutuhan pembiayaan pembangunan yang lain. Sehingga, kecilnya anggaran membuat pemerintah daerah kewalahan dalam melakukan kegiatan pembangunan,” kata Nawardi.

Kedua, kawasan perairan Madura menyimpan kandungan potensi migas yang sangat besar, belum seutuhnya belum memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) empat kabupaten di Madura.

Nawardi kemudian membeberkan kekuatan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) empat kabupaten di Madura. Di tahun 2016, APBD Bangkalan, Rp 2,078 triliun, Sampang Rp 1,3 triliun mengalami penurunan jika dibandingkan tahun anggaran 2015 yang menyentuh angka Rp 1,7 triliun, Pamekasan Rp 1,8 triliun, dan Sumenep Rp 2,1 triliun.

“Dikeluarkannya undang-undang yang mengatur kawasan perairan dari bibir pantai 12 ribu mil itu sudah dikelola pemerintah propinsi, tentu saja semakin mempersempit ruang gerak pemerintah daerah dalam mengelola potensi migas.”

“Ini juga menjadi tantangan pembangunan di Madura ke depan dalam menjaga stabilitas keuangan daerah melalui penyusunan politik anggaran yang sehat dan proporsional,” imbuh pria kelahiran Madura.

Ketiga, aspek kesehatan bagi Nawardi juga menjadi tantangan pembangunan Madura ke depan.

Baginya, sesuai dengan standar WHO jika setiap 500.000 penduduk harus dibangun rumah sakit bertaraf internasional untuk menyediakan layanan kesehatan yang bagus bagi masyarakat.

Tetapi, lanjutnya, dengan kisaran jumlah penduduk mencapai 3,5 juta yang tersebar di empat kabupaten, harusnya Madura memiliki sedikitnya empat rumah sakit bertaraf internasional.

“Sehingga masyarakat kepulauan misalnya yang banyak tersebar di Sumenep, tidak perlu rujuk ke RS Soetomo di Surabaya hanya untuk mendapatkan layanan kesehatan yang baik. Ini harus menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah ke depan,” terang Mantan Anggota DPRD Jatim ini.

Propinsi Madura

Nawardi kembali menyinggung pentingnya pembentukan Propinsi Madura sebagai cikal bakal pembangunan Madura.

Diakuinya, pembentukan Propinsi Madura harus betul-betul berorientasi kepada kepentingan hajat hidup masyarakat Madura, bukan sekedar ambisi kelompok politik tertentu.

“Sampai sekarang, termasuk dari FPM, saya terus menunggu kajian akademik tentang kedaerahan di Madura secara komprehensif. Ini menjadi penting, sebagai bahan rujukan pertimbangan DPD dalam merekomendasikan pembentukan Propinsi Madura,” terang Nawardi.

Selain itu, Nawardi juga menyinggung pentingnya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) untuk menerangi kawasan Madura yang belum teraliri listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).

“Karena selama ini Madura masih bergantung kepada Gresik untuk pembangkit listrik, makanya sangat mudah kalau hanya ingin ‘membunuh’ pembangunan di Madura, cukup gak usah aliri listrik saja, maka semua kegiatan, termasuk proses produksi akan berhenti,” demikian Nawardi.

Hadir pula dalam acara dialog publik, mahasiswa lintas perguruan tinggi di Madura, tokoh masyarakat, serta jajaran aktifis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar