Selasa, 22 Maret 2016

Demi Good Governance, DPD Harus Cari Solusi Bersama Soal Masa Jabatan





Jakarta - Semua Pimpinan DPD menolak menandatangani dokumen hasil sidang paripurna luar biasa yang dihelat 15 Januari 2015 lalu. Di mana salah satu keputusan paripurna tersebut yaitu pemotongan masa jabatan pimpinan menjadi 2,5 tahun dari awalnya 5 tahun.


Pakar Tata Negara Refly Harun mengatakan, tak pantas mengganti atau memotong masa jabatan begitu saja. Jangan aturan yang diberlakukan bertentangan dengan aturan pemerintah yang ada.



"Konflik ini harus diselesaikan secara politis. Mereka harus berembug kembali, karena paling cuma beberapa yang ngotot. Agar nantinya bisa dipertanggungjawabkan good governnce-nya,"  kata Refly saat dihubungi detikcom, Jumat (18/3/2016).






Refly menuturkan, bisa saja masa jabatan Pimpinan DPD menjadi 2,5 tahun. Tapi diterapkan di periode mendatang.



"Boleh 2,5 tahun,silakan. Tapi harus ada pasal bahwa itu berlaku di periode mendatang. Kalau mulai dari sekarang kan habisnya sekitar September 2018. Nanti yang selanjutnya cuma setahun," tutur Refly.



"Intinya kalau seandainya deadlock, mau tidak mau akhirnya harus ada penengahnya. Bisa dibawa ke MA. Ini kan beda dengan undang-undang yang jika tidak disahkan presiden akan berlaku setelah 30 hari," jelasnya.



Hal-hal mengenai DPD dalam UU MD3 dijelaskan di Bab IV mulai Pasal 246. Pasal 252 ayat (5) dijelaskan mengenai masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun.






Mengenai pimpinan DPD dijelaskan dalam Pasal 260. Namun di sana tak tertera masa jabatan pimpinan DPD. Ayat ke-7 Pasal 260 berbunyi 'ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan DPD diatur dalam peraturan DPD tentang tata tertib'.



"Kalau tidak bisa ya terpaksa melalui jalur hukum, kalau ini saya tidak rekomen. Ini akan membuat DPD tidak produktif," ujar Refly. 
(rna/imk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar