Senin, 16 Mei 2016

PT PWU Diduga Rugikan Negara Rp 83,5 M



Kajati Jatim Nyatakan Perkara Dugaan Korupsi di PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim Masih dalam Tahap Penyelidikan, belum Ditingkatkan ke Penyidikan. Sampai Semalam, Kejaksaan juga belum Tetapkan Seorang Tersangka pun, Termasuk terhadap Dahlan Iskan

Selasa, 26 April 2016 | 01:29 WIB

INDONESIA PAGI, Surabaya – Sejak PT Panca Wira Usaha (PWU) dipimpin Dahlan Iskan sampai era kepemimpinan Arif Affandi, berakhir pada awal tahun 2016, ditemukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Timur ini berpotensi merugikan negara sedikitnya Rp 83,5 miliar. Kerugian kasat mata ini antara lain menggunakan modus Direktur Utama PT PWU menggadaikan aset tanah seluas 10 hektar di Jalan Bancar Tuban jurusan Rembang serta tanah dan gedung bekas kampus UTS (Universitas Teknologi Surabaya) di Jl. Ngagel no 89 Surabaya. 

Aset negara di Jalan Ngagel ini seluas 500x1000 meter. Aset milik negara ini bersama tanah di Tuban, dijaminkan ke Bank Saudara. Herannya, belum dua tahun, usaha PT PWU melalui PT Cassava Buana Wira Jatim (anak perusahaan PT PWU) sudah tidak jalan. Diduga Dirut PT PWU tidak membuat feasibility study yang layak. Akibatnya, gedung bekas UTS ini sekarang dijadikan parkir mobil sebuah dealer mobil. Baik Aset negera di Ngagel maupun di Tuban, terancam disita Bank Saudara, karena sudah tiga tahun lebih, PT PWU bersama anak perusahaannya tidak membayar utang pokok. Cicilannya pun diduga tersendat.

Usaha PT PWU bersama PT Cassawa Buana Wira Jatim yang bermasalah ini bergerak di bidang tapioka. Demikian keterangan yang dihimpun tim wartawan Indonesia Pagi dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, internal PT PWU, pejabat Pemprov Jatim dan Komisi C DPRD Jawa Timur.

"Dari kredit yang diajukan oleh PT Cassava Buana Wira Jatim, PT PWU tak bisa bayar kredit investasi sebesar Rp 32 Miliar, dan kini terancam disita oleh Bank Saudara. Ini belum penjualan aset-aset tanah PT PWU yang ada di beberapa kota di Jatim, " jelas sumber di Kejati, internal PT PWU dan Komisi C DPRD Jatim, sejak Jumat, Sabtu dan Senin kemarin (25/4/2016).

Klarifikasi Kejati Jatim

Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim, Romy Arizyanto SH, MH, meluruskan pemberitaan harian kita edisi hari Senin (25/4/2016) kemarin yang berjudul "Status Dahlan Tersangka Korupsi Berlanjut". 

Dalam berita ini terdapat kutipan pernyataan dari Kepala Kejati ES Maruli Hutagalung. Dalam surat klarifikasi yang dibuat resmi dari Kasi Penkum Romy kepada Pemimpin Redaksi harian kita, dinyatakan Kajati Maruli Hutagalung tidak pernah menyatakan "…Dahlan Iskan sudah bisa jadi tersangka.".

Mengingat kasus dugaan Korupsi Dahlan Iskan, masih dalam tahap penyelidikan, belum penyidikan. Dengan tahap penyelidikan, Kajati belum menetapkan seorang tersangka pun. Apalagi menetapkan Dahlan Iskan, Dirut PT PWU sebelum Arif Affandi menjadi tersangkanya. Dahlan Iskan, bos Jawa Pos pernah menjadi Dirut PLN dan Menteri BUMN.

Tak bisa Diketahui Publik

Kasipenkum Kejati Jatim, Romy Arizyanto saat dikonfirmasi diruang kerjanya mengatakan pihaknya telah memanggil Dahlan Iskan. "Pengacaranya datang mengatakan kalau masih belum memenuhi panggilan, katanya nanti akan datang sendiri," ucap Romy. 

Ditanya kapan kejaksaan kembali memanggil Dahlan Romy masih enggan mengatakannya. "Kita sedang mengumpulkan data dan keterangan dalam proses penyelidikan. maka perkembangannya tidak bisa diketahui publik," tegasnya. 

Tak pernah hadir

Bukti keseriusan kejaksaan, lanjut Romy saat ini pihaknya telah meminta keterangan dari puluhan orang yang ada hubungannya dengan PT PWU. Bahkan pihaknya telah memanggil, Dahlan Iskan sebanyak tiga kali. Tapi Dahlan tidak pernah hadir. ada beberapa alasan disampaikan pihak Dahlan untuk tidak hadir pada panggilan pertama dan kedua serta ketiga.

Kendati begitu, lanjut dia, bukan berarti Kejati menyerah. Saat ini penyelidik lebih fokus pada pengumpulan data (puldata), dari pada bahan keterangan (pulbaket). "Karena aset yang dijual dan disewakan oleh PWU banyak sekali," katanya.

Kesulitan-kesulitan itulah yang membuat kesan seolah pengusutan kasus aset PWU lamban. "Kasusnya masih lanjut, bukan mandek," tegasnya.

Dari data yang dikumpulkan pihak kejaksaan, ditemukan 43 aset PT PWU yang tersebar diberbagai kota dan kabupaten di Jatim. Diantaranya Malang, Kediri, Blitar, Tuban, Surabaya dan masih banyak dikota lainnya. "Bayangkan kita seperti menangani 43 berkas perkara yang harus ditelusuri satu-satu," tandasnya.

Kepala Kejati Jatim, Maruli Hutagalung Sebelumnya menyatakan pihaknya berharap agar Dahlan Iskan mau datang untuk memberikan keterangan terkait kasus PT PWU. Sebab, Ia menyayangkan sikap Dahlan yang sudah tiga kali tidak hadir dalam undangan permintaan keterangan oleh penyidik. Bahkan, Dahlan melalui pengacaranya pernah berjanji untuk datang memenuhi panggilan pemintaan keterangan, namun tidak juga datang.

Aset PWU Dijual Murah

Sementara itu, dari informasi yang diperoleh Indonesia Pagi di lingkungan Pidana Khusus Kejati Jatim menyebutkan, aset PT PWU Jatim yang berhasil diinventarisasi itu berupa tanah dan bangunan yang berada di Kediri, Tulungagung, Malang, Banyuwangi dan Surabaya. “Kebanyakan sekarang sudah berubah jadi tempat usaha,” kata sumber tersebut.

Sumber tersebut juga mengungkapkan, hasil temuan penyelidik Kejati Jatim, aset-aset PT PWU Jatim semasa kepemimpinan Dahlan Iskan itu dijual dengan harga di bawah pasaran. Tapi ada juga yang dijual sesuai harga pasar. Selain dijual dengan harga miring, uang hasil penjualan sebagian aset tidak disetorkan semua ke kas BUMD tersebut. “Misalnya aset PT PWU Jatim yang ada di Tulungagung,” ujarnya.

Sedangkan aset PT PWU Jatim yang ada di Kediri, berupa lahan dan bangunan dijual kepada pihak swasta sebesar Rp 17 miliar. Namun oleh pihak manajemen, uang hasil penjualan disetor ke kas resmi hanya Rp 16 miliar saja. “Kejati Jatim sudah mengantongi dokumen terkait lahan di Kediri mulai dari akta jual beli, NJOP, sampai bukti penyetoran uang hasil penjualan,” sambungnya.
Tapi, tidak semua lahan dijual secara janggal. Misalnya, sebuah lahan dan bangunan di Ngagel, Surabaya, yang kini di atasnya berdiri salon. 

Sumber tidak menyebutkan lokasi pastinya. Lahan tersebut semula dikuasai Belanda. Ketika Indonesia merdeka, lahan tersebut dikuasai negara dan belakangan pengelolaannya diberikan kepada perusahaan daerah, belakangan dikelola PT PWU Jatim.

Sejak dikuasai negara, lahan itu dikelolakan kepada ahli waris pengelola di masa Belanda. Tahun 1960an, perusahaan daerah berniat menjual dan ditawarkan kepada pengelola. Kesepakatan dicapai dan aset negara itu pun beralih ke tangan swasta. “Tapi kalau yang lahan ini harganya sesuai dengan NJOP. Sepertinya tidak ada permasalahan. Tapi masih diselidiki,” jelas sumber.

Diusut sejak Awal 2015
Kasus dugaan penyelewengan aset PWU diusut Kejati Jatim sejak awal 2015 lalu. Sebanyak 33 aset berupa tanah dan bangunan diduga dijual secara curang di masa Dahlan Iskan menjabat sebagai Direktur Utama PT PWU tahun 2000-2010. Jika dihargai sekarang, nilai total aset itu sekira Rp 900 miliar lebih.

Pembeli aset milik negara yang dikelola PT. PWU, ada artis sekaligus anggota DPD RI, Emilia Contessa. Ibu dari Penyanyi Denada in membeli bangunan milik PWU di Banyuwangi. 

Selain Emilia, dalam kasus ini Kejati sudah meminta keterangan mantan Ketua DPRD Surabaya, Wishnu Wardhana (mantan manajer aset PWU) yang menjadi GM PT PWU dan bos Maspion Group, Alim Markus, selaku mantan Komisaris PWU. bd/rko/rm


Tidak ada komentar:

Posting Komentar